EITS.CO.ID – Hilirisasi gas. Indonesia telah lama menjadi pemain kunci dalam industri minyak dan gas global. Namun, sektor migas kini menghadapi tantangan baru akibat perubahan pasar dan tuntutan global akan efisiensi energi serta keberlanjutan.
Salah satu solusi yang dianggap efektif untuk menghadapi tantangan ini adalah memperbanyak hilirisasi gas alam, terutama dalam industri petrokimia. Hilirisasi ini tidak hanya menawarkan nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi, tetapi juga memberikan manfaat lingkungan dan sosial yang signifikan.
Saat ini, sebagian besar gas alam di Indonesia masih digunakan sebagai sumber energi langsung, seperti untuk pembangkit listrik dan transportasi. Namun, potensi gas alam sebenarnya jauh lebih besar dari sekadar bahan bakar.
Sebagai bahan baku utama dalam industri petrokimia, gas alam memiliki peran penting dalam menghasilkan produk bernilai tinggi yang mendukung berbagai sektor, seperti pupuk dan plastik. Godang Sitompul, Ketua Energy Institute Transition (EITS), menekankan bahwa pemanfaatan gas alam dalam industri petrokimia sangat penting untuk mendiversifikasi ekonomi Indonesia.
Gas alam, yang mayoritas terdiri dari metana, merupakan bahan dasar untuk berbagai produk kimia. Pengolahan metana memungkinkan produksi amonia, metanol, dan bahan kimia lain yang esensial untuk industri pertanian, manufaktur, dan energi terbarukan.
Baca Juga: Indonesia Kaya Cadangan Mineral, MIND ID Geber Hilirisasi
Dengan mengembangkan industri petrokimia berbasis gas alam, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah. Ekspor gas alam dalam bentuk LNG atau gas pipa selama ini memberikan nilai ekonomi yang terbatas. Sebaliknya, jika gas alam diolah menjadi produk bernilai tambah seperti amonia atau metanol, Indonesia bisa meningkatkan nilai ekspor sekaligus memperkuat industri domestik.
Amonia yang dihasilkan dari metana adalah bahan baku utama untuk pupuk urea yang penting bagi sektor pertanian. Sementara itu, metanol dapat digunakan untuk berbagai produk petrokimia lainnya, seperti formaldehida, asam asetat, dan MTBE sebagai aditif bahan bakar. Produk-produk ini tidak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi domestik, tetapi juga memperluas akses Indonesia ke pasar global.
Di samping manfaat ekonomi, hilirisasi gas alam juga membawa dampak sosial positif, seperti penciptaan lapangan kerja. Pembangunan kompleks petrokimia yang terintegrasi dengan jaringan hilir gas alam akan membutuhkan ribuan tenaga kerja, yang tentunya berdampak positif pada perekonomian lokal, terutama di daerah dekat sumber gas.
Baca Juga: Cara Menumbuhkan Ekosistem Hijau dan Ketahanan Pangan di Kawasan Pertambangan
Solusi Efisiensi dan Keberlanjutan
Kompleks petrokimia adalah fasilitas industri yang mengolah bahan baku dari minyak bumi dan gas alam menjadi produk kimia yang lebih kompleks. Proses ini mencakup pembuatan bahan kimia dasar seperti etilena, propilena, dan benzena, yang kemudian digunakan untuk menghasilkan berbagai produk, termasuk plastik, pupuk, dan bahan kimia lainnya.
Fasilitas ini umumnya terdiri dari berbagai unit produksi yang terintegrasi, yang memungkinkan efisiensi maksimal dan pengurangan limbah. Kompleks petrokimia memainkan peran penting dalam industri kimia dan perekonomian, karena menyediakan bahan baku yang diperlukan untuk banyak sektor, seperti otomotif, konstruksi, dan barang konsumsi.
Untuk memaksimalkan pemanfaatan gas alam, pembangunan kompleks petrokimia merupakan langkah yang strategis. Kompleks ini mengintegrasikan unit-unit produksi yang saling terkait, mulai dari pengolahan gas mentah hingga produksi produk kimia turunan. Dengan integrasi ini, efisiensi energi dapat meningkat, limbah dapat diminimalkan, dan emisi karbon dapat ditekan.
Pemerintah Republik Indonesia, melalui Kementerian Perindustrian dan Kementerian ESDM, perlu bersinergi untuk membangun hilirisasi produk turunan gas alam. Membangun industri petrokimia dan produknya adalah langkah penting untuk memastikan Indonesia mendapatkan nilai tambah dari hilirisasi gas alam dan memaksimalkan pemanfaatan sumber daya ini.